NASA sukses uji coba teknologi LOFTID untuk masa depan misi antariksa
Demonstrasi LOFTID NASA (Uji Penerbangan Orbit Rendah Bumi dari Deselerator Tiup) berhasil dilakukan. Video resmi NASA menunjukkan bagaimana aeroshell terlepas dari induknya, roket Atlas V, dan masuk kembali ke Bumi. Aeroshell dengan aman jatuh ke Samudra Pasifik. LOFTID telah lepas landas bersama satelit cuaca JPSS-2 (Joint Polar Surveyor System-2) pada 9 November.
Mengapa artikel ini penting?
NASA sejak lama sudah mengirim robot penjelajah ke planet Mars, dan sejauh ini NASA dapat mengangkut sekitar satu metrik ton muatan seperti Perseverance Rover seukuran mobil. Tapi LOFTID merupakan sebuah terobosan. Wahana itu dapat membawa hingga 20 kali muatan saat ini. Kemampuan tersebut dapat membantu NASA mengembalikan objek dari orbit Bumi, dan mengirim misi berawak ke Mars di masa depan.
Hal-hal yang menjadi sorotan dalam misi LOFTID
LOFTID, pelindung panas tiup selebar 6 meter, merupakan aeroshell bodi tumpul terbesar yang pernah menembus atmosfer. Misi senilai 93 juta dolar AS ini mampu mendaratkan 20 hingga 40 metrik ton muatan di permukaan Mars. NASA telah menghabiskan lebih dari satu dekade mengembangkan teknologi Hypersonic Inflatable Aerodynamic Decelerator (HIAD) dan akhirnya berhasil mengujinya.
LOFTID dilepaskan satu jam setelah JPSS-2
Sebagai pengingat, satelit cuaca JPSS-2 merupakan muatan utama pada roket ULA Atlas V. LOFTID dinyalakan hanya 90 menit setelah lepas landas untuk memastikan bahwa tidak ada insiden selama pelepasan satelit cuaca dari roket. Setelah sistem aeroshell dihidupkan, strukturnya secara bertahap mengembang dan membuat pendaratan berparasut di laut saat masuk kembali.
Tonton momen-momen LOFTID masuk kembali ke Bumi
LOFTID jatuh di Samudra Pasifik, dekat Hawaii
Tim NASA telah mengangkat cangkang LOFTID dari Samudra Pasifik, sekitar 800 km dari Hawaii. Cangkang tersebut membawa salinan asli data yang direkam selama demonstrasi. Aeroshell juga memiliki modul data cadangan yang dapat dikeluarkan yang juga telah diambil. Kita masih harus menunggu untuk mengetahui bagaimana kinerja teknologi ini saat para ahli melakukan inspeksi pada aeroshell dan menganalisis data yang diperoleh.
JPSS-2 telah berganti nama menjadi NOAA-21
JPSS-2 merupakan satelit ketiga dari rangkaian lima satelit canggih rancangan National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) yang mengorbit kutub. Satelit kutub JPSS-2 telah berganti nama menjadi NOAA-21 setelah mencapai orbit targetnya. Satelit tersebut sudah mulai beroperasi karena salah satu dari empat panel surya diposisikan ke arah Matahari. JPSS-2 dapat membantu meramalkan kondisi cuaca ekstrem seperti angin topan, badai salju, dan peristiwa lainnya.