Studi mengatakan manusia purba mengumpulkan lebih banyak daripada mereka butuhkan
Penemuan arkeologi baru di Andes Peru, Amerika Selatan, menunjukkan bahwa manusia purba pemburu-pengumpul terutama mengonsumsi makanan nabati, yang mematahkan kepercayaan populer bahwa mereka mengandalkan diet tinggi protein dan daging. Para peneliti menemukan bahwa kentang liar dan sayuran umbi-umbian lainnya merupakan sumber nutrisi utama bagi mereka. Randy Haas, seorang arkeolog di University of Wyoming dan penulis senior studi tersebut, mengatakan bahwa analisis mereka mengungkapkan bahwa diet mereka terdiri dari 80% bahan nabati dan 20% daging.
Studi difokuskan pada sisa-sisa dari dua lokasi pemakaman
Para peneliti mempelajari tulang belulang dari dua lokasi pemakaman di Andes dan membandingkan bentuk kimia nitrogen dan karbon dengan yang ditemukan pada tanaman dan hewan lokal. Temuan mereka menunjukkan bahwa makanan nabati merupakan mayoritas makanan mereka, dengan daging memainkan peran yang lebih kecil. Selain menganalisis tulang, para peneliti menemukan sisa-sisa tanaman yang terbakar di lokasi dan melihat pola keausan gigi yang berbeda pada gigi seri atas beberapa individu, menunjukkan bahwa umbi-umbian seperti kentang liar, adalah sumber makanan utama mereka.
Umbi-umbian liar dan mamalia besar mendominasi: Studi Penn State
Jennifer Chen, seorang mahasiswa PhD di bidang antropologi di Penn State University dan penulis pertama dari makalah yang dipublikasikan di jurnal PLOS One, menyatakan bahwa pemburu-pengumpul kuno di Andes yang hidup antara 9.000 hingga 6.500 tahun yang lalu, sebagian besar mengonsumsi umbi-umbian liar. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa mamalia besar seperti llama atau rusa merupakan sumber utama daging dalam makanan mereka, daripada hewan-hewan kecil seperti burung atau ikan.
Bias arkeologi melanggengkan stereotip 'manusia gua yang macho'
Dr. Haas menjelaskan bahwa kepercayaan terhadap pola makan manusia purba yang didominasi daging sebagian didorong oleh catatan arkeologi, yang cenderung menyimpan bukti-bukti pemakan daging lebih banyak dibandingkan sisa-sisa tumbuhan. Selain itu, bias dari para arkeolog yang sebagian besar laki-laki dari budaya barat mungkin telah mengabadikan stereotip "manusia gua yang macho" dari masyarakat manusia purba. Bias serupa bisa jadi telah mempengaruhi penelitian tentang pola makan manusia purba di bagian lain dunia.
Implikasi untuk memahami ekonomi manusia purba
Temuan penelitian ini menunjukkan transisi yang lebih bertahap dari mencari makan ke pertanian, daripada pergeseran yang didorong oleh perburuan berlebihan. Dr. Haas percaya bahwa penelitian isotop di masa depan di bagian lain dunia dapat mengungkap bahwa para arkeolog juga meremehkan peran pola makan nabati di tempat lain. Penelitian ini menyoroti pentingnya mengevaluasi kembali asumsi-asumsi tentang pola makan manusia purba dan dampaknya terhadap pemahaman kita tentang masyarakat kuno.