Sejarah rambut merah dan adaptasinya dari waktu ke waktu
Tren mode dinamis berfluktuasi dan berkembang. Keterikatan pada warna saat ini tidak terbatas pada palet tetapi menemukan ekspresi yang jelas di benak para selebriti penentu tren. Dari akar ceria Billie Eilish hingga warna plum Dua Lipa yang elegan dan warna merah alami Rupert Grint di Harry Potter, kebangkitan ini bukan sekadar anggukan aneh tetapi kebangkitan dinamis yang berakar pada sejarah rambut merah.
Kebangkitan merah
Tren ini tidak hanya terjadi pada selebriti; landasan pacu dihiasi dengan warna cherry coke dan warna pirang stroberi, mulai dari Burberry hingga Louis Vuitton, yang mencerminkan penerimaan masyarakat yang lebih luas terhadap gelombang merah. Namun, jauh dari kecenderungan masa kini, ketertarikan pada rambut merah menjalin benang sejarah yang berwarna-warni seperti warna rambut itu sendiri, yang dapat ditelusuri hingga berabad-abad yang lalu.
Warna setan
Selama abad ke-15, memiliki rambut merah alami dikaitkan dengan iblis, seorang yang sering kali harus menghadapi cobaan perburuan penyihir yang kejam. Warna yang langka dan khas itu dianggap cukup menjadi bukti untuk menimbulkan kemarahan masyarakat. Bahkan di abad ke-17, rambut merah pun tak luput dari fitnah. Akademisi Inggris Obadiah Walker dengan penuh semangat mengimbau masyarakat untuk membuang prasangka tak berdasar ini.
Kekuatan sejarah berperan
Rambut merah, yang secara historis merupakan simbol Keberbedaan, mendapati dirinya terjerat dalam dinamika kekuasaan. Yudas, seorang tokoh dalam Alkitab, digambarkan dengan rambut yang berapi-api, dan penjarah kuno seperti Galia dan Skotlandia digambarkan sebagai orang berambut merah, mengabadikan narasi tentang mereka sebagai penjajah. Pada abad ke-16, Ratu Elizabeth I sengaja memilih warna merah sebagai pernyataan kesetiaan yang kuat, sehingga mengubah narasi seputar warna rambut ini.
Siklus mode
Seiring berjalannya waktu, rambut merah mengalami gelombang popularitas yang berulang. Pada pertengahan hingga akhir tahun 1800-an, seniman pra-Raphaelite seperti Gabriel Rossetti secara eksklusif melukis wanita cantik berambut merah, sementara seorang jurnalis mode pada tahun 1923 mengamati bahwa Paris terpesona oleh tren tersebut. The New York Times, pada tahun 1988, menyebut warna merah sebagai "warna rambut menawan saat ini", menekankan daya tariknya yang abadi dan bertentangan dengan norma mode konvensional.
Motivasi modern
Saat ini, motivasi untuk memiliki rambut yang berapi-api tetap konsisten — keinginan untuk menonjol. Penata gaya selebriti Jenna Parry menggarisbawahi dengan CNN daya tarik rambut merah sebagai sarana untuk memancarkan kepercayaan diri dan menarik perhatian orang banyak. Di luar tampilannya, terdapat keuntungan ekonomi, terutama bagi individu dengan jenis rambut lebih melanasi, karena merawat rambut pirang bisa jadi sangat mahal.
Pergeseran strategis
Meneliti kasus-kasus baru-baru ini, seperti Dua Lipa dan Megan Fox, mengungkapkan dimensi strategis dalam transformasi rambut merah mereka. Rachael Gibson, seorang sejarawan rambut, mengatakan kepada CNN bahwa dampak visual dari rambut merah pada dasarnya menarik perhatian, dan secara strategis meningkatkan kehadiran seseorang selama peristiwa penting, seperti perilisan album atau kumpulan puisi. Hal ini menggarisbawahi sifat beragam dari rambut merah sebagai pilihan yang disengaja dan berdampak.