Ulasan 'Poison': Bertempo Cepat, Menarik, dan Akting Yang Menjanjikan
Sebagai salah satu sutradara paling cerdik dan eksperimental saat ini, Wes Anderson terkenal karena palet warnanya, eksposisi dan komentarnya yang terus-menerus, bingkai yang estetis, dan beragam rasio aspek. Dalam serial film pendeknya untuk Netflix yang diadaptasi dari cerita pendek Roald Dahl, semua aspek ini menyatu, dan film pendek terakhir, Poison, penuh dengan elemen khasnya.
Kisah 'Poison': Premis Yang Lugas dan Sederhana
Seperti film pendek Anderson sebelumnya, di filmnya kali ini premisnya sederhana dan lugas. Berlatarkan India kolonial, seorang berkebangsaan Inggris, Harry Pope (Benedict Cumberbatch), dilanda ketakutan saat membayangkan seekor krait, sejenis ular mematikan, telah meluncur ke dalam pakaiannya dan akan menggigitnya kapan saja. Pelayannya, Woods (Dev Patel), segera memanggil Dr. Ganderbai (Ben Kingsley), yang mencoba tindakan yang terbaik untuk "menyelamatkan" Pope.
Membawa Kita Kembali Ke Nuansa 'The Wonderful Story of Henry Sugar'
Dalam banyak hal, Poison terasa seperti sebuah panggilan memori, seperti antologi Anderson yang telah menjadi lingkaran penuh. Film pendek pertama—The Wonderful Story of Henry Sugar—yang juga dibintangi oleh Cumberbatch, Kingsley, dan Patel (dan penampilan khusus oleh Ralph Fiennes), dan semua aktor ini kembali bermain di film Poison. Semangat dan kehangatan yang tidak ada dalam palet warna The Swan dan The Rat Catcher juga telah kembali.
Cumberbatch dan Patel Melakukan Banyak Pekerjaan Berat
Kekuatan terbaik kedua Anderson, selain bidikan bingkai yang cermat dan simetris serta sudut kamera yang kreatif dan dipikirkan dengan matang, adalah kepercayaan dirinya pada aktornya dan memutuskan siapa yang memainkan peran apa. Di sini, Cumberbatch sebagian besar tetap terbaring di tempat tidur dan membiarkan wajah dan suaranya melakukan semua akting, sementara akting Patel lebih bersifat fisik—dia membungkuk, berlari, berjongkok, dan melantunkan ceritanya. Ada banyak hal yang harus dia lakukan.
Sensasi dan Ketegangan Mendominasi Narasi 'Poison'
Rasa urgensi, keadaan darurat, dan kesegeraan mendefinisikan Poison, dan hal ini tidak mengejutkan karena menyangkut tentang proses menyelamatkan nyawa (walaupun nyawa tidak perlu diselamatkan kalau bukan karena pernyataan Pope yang berlebihan). Rasio aspek Anderson yang biasa menghilang dan film pendek tersebut menjadi suguhan yang mencekam di dalam kamar, karena sebagian besar pengambilan gambarnya dilakukan di satu ruang fisik. Pope tidak berbicara lantang, bisiknya, semakin menciptakan suasana tegang.
Komentar Tentang Kolonialisme, Gagasan Inggris Tentang India
Menjelang akhir, tibalah bagian dari film Posion yang paling menarik ketika Dr. Ganderbai dan Woods memberi tahu Pope bahwa tidak ada ular! Tersinggung karena dianggap pembohong, Pope yang mengalami delusi menyebut Dr. Ganderbai sebagai "manusia kasta terbelakang...tikus selokan yang kotor". Ini adalah pengingat akan masa kolonial India dan bagaimana bahkan orang-orang India yang terpelajar pun secara konsisten tetap berada pada posisi yang lebih rendah di hadapan orang-orang Inggris.
Masalah: Cerita Dengan Akhir Yang Tiba-Tiba
Layaknya film The Swan dan The Rat Catcher, Poison juga berakhir begitu saja tanpa kesimpulan yang pasti, dan kredit mulai bergulir pada saat Anda merasa bahwa film tersebut masih mengandung banyak kemungkinan. Selain itu, eksposisi yang bertele-tele, disampaikan dengan kecepatan kilat, terkadang memotong narasi sentral, dan saya ingin menikmati filmnya tanpa eksposisi itu!
Jika Anda Mengabaikan Kekurangan Kecil, 'Poison' Akan Menghibur Anda
Jika Anda tahan dengan kecepatan narasi Patel yang sangat kilat, ada kesenangan yang bisa didapat sepanjang Anda menonton Poison. Ada ketegangan, drama, ketegangan, dan rasa keakraban saat menyaksikan cerita terungkap. Saya terutama menyukai post-credit yang sepertinya ditulis tangan oleh seseorang dengan tulisan tangan yang sempurna. Tontonlah untuk Dahl, duduklah dengan tenang untuk Cumberbatch.