#RekomendasiNewsBytes: 'Hizia' di Netlix jajaki dilema dan konflik moral
Apa ceritanya
Baik dan buruk, jahat dan terpuji—istilah ini sering kali bermakna kompleks, tidak absolut, dan kerap dipicu oleh konteks dan konsekuensi.
Dalam kasus ini, absolutisme moral menjadi menarik karena memberikan tingkatan kebaikan atau kejahatan tertentu pada suatu tindakan, terlepas dari motivasinya.
Film Prancis Hizia (2020) di Netflix menjajaki dilema moral tersebut dan melontarkan pertanyaan-pertanyaan menggelisahkan soal etika.
Plot
Film kebanyakan berfokus pada dua karakter: Louise dan Fahim
Film yang disutradarai Chabname Zariab ini memulai aksi sejak awal. Kita melihat Fahim (seorang penjahat) yang berlari tunggang-langgang ingin melepaskan kejaran polisi.
Dia menabrak Louise, yang diperankan oleh Brigitte Rouan, lalu dalam sekejap mengambil keputusan dengan memberinya tas.
Selagi Louise melihat Fahim ditangkap polisi tak lama setelahnya, isi tas itu membuatnya ternganga: seorang bayi.
Pertanyaan moral
'Hizia' ajukan pertanyaan berat dan menggelisahkan kepada pemirsa
Begitu Louise—yang tidak punya anak—mulai merawat bayi itu sebagaimana dia membesarkan anaknya sendiri, narasi film ini mengemukakan pertanyaan-pertanyaan moral.
Benarkah tindakannya itu? Bukankah seharusnya dia menyerahkan bayi itu ke polisi? Apakah dia membantu seorang penjahat?
Pertanyaan tersebut dan banyak yang serupa mengusik Louise dan kita sebagai penonton yang membayangkan berada di posisinya.
Membangkitkan empati
Membuat penonton peduli dengan karakter sejak awal
Hizia merupakan sajian sinema yang menggugah, bukan hanya karena membawa penonton ke dalam narasi dengan menempatkan kita di situasi sulit, tetapi juga karena—meskipun durasinya sekitar 20 menit—menggugah dan membuat kita peduli pada karakter-karakternya.
Film pendek ini juga menunjukkan bahwa etika adalah jalan yang licin, dan garis lurus yang membatasi baik dan buruk kadang mudah bengkok dan kabur.
Perubahan narasi
Alasan Fahim menjadi pencuri menambah dimensi cerita
Aspek lain yang menjadi ciri khas Hizia adalah bagaimana ceritanya tidak berpihak pada Fahim atau Louise.
Hizia menyajikan kisah sehari-hari dengan karakter orang biasa, tetapi eksplorasi dan analisis mendalam tentang jati diri manusia yang cacat membuatnya layak ditonton.
Kemunculan kembali Fahim di akhir film juga menambah bobot narasi dan dan melampaui ekspektasi penonton.
Kesimpulan
Segera tambahkan 'Hizia' ke daftar tonton Anda
Film pendek dihadapkan pada tantangan besar—memadatkan banyak emosi, sensasi, berbagai tema, pergeseran narasi, dan pengembangan karakter dalam kerangka waktu yang terbatas.
Hizia sukses melakukan hal tersebut. Keunggulan terbesar dan paling menonjol film ini adalah keberhasilannya membawa kita melalui teka-teki moral lalu bertanya pada diri sendiri: di sisi mana kita sebenarnya berada?